UU Cipta Kerja: Siapa yang Diuntungkan?
Tempat Kerja | 08 Aug 2022 | By Yehezkiel Faoma Taslim
UU Cipta Kerja: Siapa yang Diuntungkan?

Summary. UU Cipta Kerja merevisi beberapa sektor termasuk ketenagakerjaan. Terdapat 6 poin penting perubahan pada UU Ketenagakerjaan. Perubahan tersebut dibuat untuk meningkatkan perlindungan tenaga kerja juga menjadi jaminan bagi perusahaan. Di samping itu, dikeluarkan peraturan turunan yang juga merupakan peraturan pelaksana dari UU Cipta Kerja.

Expectations. Setelah membaca artikel ini, maka Anda dapat memahami hal-hal apa saja yang diatur dalam UU Ciptaker baik untuk perusahaan maupun pekerja.



UU Cipta Kerja terkesan terburu-buru dan dirasa hanya menguntungkan segelintir pihak.

 

UU Ciptaker disahkan pada tahun 2020. Undang-Undang ini merupakan Omnibus Law yang mengatur beberapa sektor, salah satunya mengenai ketenagakerjaan. Undang-undang ini merevisi beberapa pasal dari UU Ketenagakerjaan (UU No. 13 Tahun 2003). Sejak diresmikan, banyak sekali pro dan kontra yang timbul dari pihak pekerja maupun pihak penyedia lapangan kerja.

Perlu dipahami beberapa poin penting dari UU Ketenagakerjaan yang direvisi oleh UU Cipta Kerja. Antara lain adalah:

  1. Jaminan Terhadap Pegawai PKWT 

Pegawai Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) diberikan jaminan oleh undang-undang ini dengan diwajibkannya pemberian kompensasi sesuai dengan masa kerja dan PKWT hanya dapat dilakukan pada pekerjaan dengan waktu tertentu, sehingga perjanjian ini tidak dapat dilakukan pada pekerjaan yang bersifat tetap.

Dalam peraturan turunannya yaitu PP Nomor 35 Tahun 2021 Pasal 6 dikatakan bahwa:

“Pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a dilaksanakan paling lama 5 (lima) tahun.”

Jangka waktu maksimal PKWT menjadi lima tahun yang mana sebelumnya pada UU Ketenagakerjaan maksimal dilaksanakan dalam tiga tahun (termasuk satu kali perpanjangan). Hal ini dapat meringankan beban perusahaan maupun pekerja dalam melakukan perpanjangan kontrak.

  1. Penggunaan Tenaga Kerja Asing


Pasal 42 UU Cipta Kerja:

(1) Setiap pemberi kerja yang mempekerjakan tenaga kerja asing wajib memiliki rencana penggunaan tenaga kerja asing yang disahkan oleh Pemerintah Pusat. 

 

Sebelumnya, dalam UU Ketenagakerjaan hanya dibutuhkan izin tertulis dari Menteri atau pejabat tertentu. Sekarang, diharuskan memiliki rencana penggunaan tenaga kerja asing (RPTKA) yang disahkan oleh Pemerintah Pusat dan hanya untuk jabatan tertentu, waktu tertentu, dan kompetensi tertentu. Hal ini tentunya dilakukan untuk meminimalisir penggunaan TKA dan mengutamakan tenaga kerja dalam negeri.

  1. Hak Pekerja Outsourcing

Pasal 19 ayat (1) PP Nomor 35 Tahun 2021 menyatakan:

“Dalam hal Perusahaan Alih Daya mempekerjakan Pekerja/Buruh berdasarkan PKWT maka Perjanjian Kerja tersebut harus mensyaratkan pengalihan perlindungan hak bagi Pekerja/Buruh apabila terjadi pergantian Perusahaan Alih Daya dan sepanjang obyek pekerjaannya tetap ada.”

Artinya, hak pekerja outsourcing dilindungi hukum dengan mewajibkan perusahaan untuk tetap mengedepankan hak pekerja dalam kondisi apapun. Perubahan lainnya adalah tidak adanya batasan kegiatan usaha yang dapat dikerjakan oleh pekerja outsourcing sehingga pekerja outsourcing dapat dilibatkan pada pekerjaan inti. 

  1. Upah Minimum Pegawai

Upah minimum pegawai telah ditetapkan dan mengatur mengenai upah minimum provinsi dan upah minimum kota/kabupaten, tetapi menghapus upah minimum sektoral.  PP Nomor 36 Tahun 2021, Pasal 82 huruf d menyatakan bahwa, “Gubernur tidak boleh lagi menetapkan upah minimum sektoral.”

 

Upah minimum sektoral sendiri adalah upah terendah yang berlaku secara sektoral dalam satu provinsi atau kabupaten/kota. Dihapusnya upah sektoral bukan berarti perusahaan dapat menurunkan upah dari pekerja, melainkan upah yang dibayarkan harus tetap di atas UMP atau UMK dengan kesepakatan dari kedua belah pihak.

  1. Uang Pesangon

Uang pesangon wajib diberikan. UU Cipta Kerja mengatur mengenai Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) akibat adanya peleburan perusahaan atau pengambilalihan perusahaan maupun adanya kerugian dalam perusahaan. Pesangon dari PHK akibat adanya kerugian perusahaan dapat dilakukan pengurangan sebesar 50% dari total pesangon dengan catatan tetap dapat diberikan uang penghargaan.

 

PHK sebelumnya dapat dilaksanakan dengan memperoleh penetapan dari lembaga penyelesaian hubungan industrial. Dalam UU Cipta Kerja perusahaan harus memberitahukan alasannya pada serikat pekerja dan melayangkan surat pemberitahuan PHK pada pekerja. Apabila pekerja menerima, maka perlu melaporkan pada Dinas Ketenagakerjaan dan kesepakatan dituangkan dalam perjanjian bersama yang didaftarkan ke Pengadilan Hubungan Industrial sebagai syarat penerimaan Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP).

 

Dalam hal pekerja menolak keputusan PHK tersebut, maka pekerja dapat mengajukan surat penolakan beserta dengan alasannya maksimal 7 hari. Kemudian, akan diselesaikan secara bipartit dan apabila tidak mencapai kesepakatan maka dilanjutkan dengan mekanisme penyelesaian perselisihan industrial.

  1. Waktu Kerja

Untuk waktu kerja masih sama dengan UU Ketenagakerjaan yaitu:

  •  7 jam 1 hari dan 40 jam 1 minggu untuk 6 hari kerja dalam 1 minggu; atau

  •  8 jam 1 hari dan 40 jam minggu untuk 5 hari kerja dalam 1 minggu 

Terdapat tambahan mengenai pelaksanaan jam kerja yang harus diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama. Perubahan lainnya adalah adanya penambahan sektor kerja dan pekerjaan tertentu, di mana waktu kerja dapat dilakukan kurang atau lebih dari waktu yang telah diatur dengan waktu kerja fleksibel dan dapat dilakukan di luar lokasi kerja.

Berdasarkan Pasal 26 ayat (1) PP Nomor 36 Tahun 2021, Perusahaan dapat melaksanakan lembur dengan maksimal 4 jam dalam satu hari dan 18 jam dalam satu minggu. Untuk melaksanakan lembur, harus ada perintah dari Pengusaha dan persetujuan dari pekerja yang bersangkutan secara tertulis dan/atau melalui media digital.

 

Meningkatkan perokonomian Indonesia dengan UU Cipta Kerja juga harus ingat hak pekerja demi tercapainya sila kelima dari Pancasila.

Siapakah yang Diuntungkan?

Hal-hal tersebut harus dipahami oleh perusahaan terutama HR agar tidak melanggar hak-hak dari pekerja. Sebenarnya perubahan ini tidak timpang pada satu sisi melainkan memberi jalan tengah demi perbaikan dan perkembangan ekonomi di Indonesia. Bukan pekerja maupun perusahaan yang diuntungkan, melainkan Pemerintah. UU Cipta Kerja ini hadir untuk mendukung program restrukturisasi Pemerintah, khususnya dalam sektor Perekonomian.

Hal yang perlu Anda pahami adalah UU Cipta Kerja memiliki beberapa peraturan turunan yang menjelaskan dan juga sebagai peraturan pelaksana sehingga tidak secara mentah-mentah melaksanakan UU Cipta Kerja. Baik perusahaan maupun pekerja harus memahami revisi yang ada dan harus terbiasa dengan perubahannya.

Dengan demikian agar terciptanya sinkronisasi dan juga simbiosis mutualisme bagi kedua belah pihak, penyeleksian yang ketat dan terstruktur sebelum mempekerjakan seseorang sangatlah penting. Daripada harus ada mekanisme PHK di kemudian hari, alangkah lebih baik menghindarinya dengan proses seleksi yang baik.

Memastikan kandidat memiliki kepribadian yang cocok dengan perusahaan merupakan hal yang sangat penting. Cara terbaik untuk menilainya adalah dengan melakukan psikotes seperti yang ada pada Dreamtalent. Dengan begitu, pekerja dapat memberikan hasil yang maksimal untuk perusahaan dapat dengan senang hati memenuhi hak pekerja sehingga timbul hubungan yang sehat antara perusahaan dengan pekerja.